Skip to main content

Posts

Mencari Revolusi, Kumpulan Puisi Riwanto Tirtosudarmo

  Judul Buku: Mencari Revolusi, Kumpulan Puisi Riwanto Tirtosudarmo Penulis: Riwanto Tirtosudarmo Editor: Indro Suprobo, Ons Untoro Isi:  14 X 20 cm, xvi + 52 hlm  Cetakan Pertama: September 2024 Penerbit: Tonggak Pustaka Ketika saya menerima kumpulan puisi dari Pak Riwanto dengan tajuk “Mencari Revolusi”, rasanya saya memang terhenyak, dan sekaligus seperti hentakan sejarah yang mencoba menyodorkan sesuatu yang telah lama hilang dan dilenyapkan oleh zaman dan Rezim, kini dibangkitkan oleh seseorang yang sesungguhnya bukan penyair tapi menyenangi dunia penciptaan puisi sebagai bagian dari perjalanan hidupnya. Mungkin kalau Pak Riwanto seorang “penyair profesional” kata “revolusi” tak akan digunakan. Sebab, beban sejarah dari ungkapan itu menjadi sejenis bahan yang selalu ditudingkan kepada siapa saja kaum seniman yang merasa dekat dengan ungkapan “revolusi”. Jadi, seseorang yang dengan tanpa beban menulis puisi dan tak memiliki beban juga dengan stempel genre atau stempel ini itu, menu
Recent posts

Puisi-Puisi PM. Laksono

Mengulik Kemiskinan      Untuk Sahabatku Riwanto     Prahara Gestok sudah surut  Repelita menunda maut  Hidup terasa susah  Yogya kota tua punya raja  Jalanan penuh sepeda  Kerja pagi pulang senja    Sawah tak dipenuhi padi  Panen hanya hitungan jari  Tak ada makan untuk warga  Kumpul dan kumpul adalah sia-sia belaka    Revolusi Hijau sawah seolah berdaya  Keluarga Berencana seperti mantra  jalan modal menuju negeri sejahtera  Hutan, sawah, kebun, dan isi bumi adalah dagangan  Para bandar mengubah negeri jadi pasar  Hutang menjamin gemerlap pacakan    Kemiskinan bertopang dagu   Tak ada bincang, tak ada kata  Kemiskinan mengalir di tubuh  Orang miskin, tanpa daya, tanpa tenaga  Para petinggi di rumah tinggi  Tertawa sambil memeluk gengsi    Di Sriharjo pinggir Imogiri  Guruku mengulik jeli  Kemiskinan ditemu di balik batu  Suara lirih tak mengaduh  Sriharjo menindih Selopamioro    Seolah seperti gestok surut  Air kali Oya surut  Bening air mengalir ke laut  Hutang kita tak pernah surut

Para Perempuan Penutur Cerita, Mendramatisasi Karya dalam Syawalan Sastra Bulan Purnama

  Di dalam tradisi lama sebelum kemajuan teknologi informasi berkembang pesat seperti saat ini, mencipta dan menuturkan cerita dalam bentuk dongeng, merupakan landasan penting dalam seluruh proses edukasi manusia. Ia menciptakan habitus tentang membangun imajinasi, menyusun narasi, merumuskan gagasan, mengemukakan pertanyaan dan persoalan, menawarkan pertimbangan, dan melatih pengambilan pilihan-pilihan keputusan sebagai alternatif menjawab pertanyaan kehidupan dalam pertanggungjawaban.  Pada gilirannya, menciptakan dan menuturkan cerita adalah sebuah proses menginisiasi kelahiran empati, keterlibatan atau partisipasi dalam seluruh kerja imajinasi, melatih pribadi-pribadi untuk melampaui diri sendiri, melintasi batas-batas untuk berlabuh di dalam pengalaman liyan secara berkualitas, mendengarkan suara-suara yang bergema di kejauhan dan menjadikannya gema di dalam dirinya sendiri. Seluruh proses ini membantu manusia untuk sanggup memahami, menerima dan menghormati manusia-manusia lain

Kita Lansia, Terus Berkarya, Bahagia, Penuh Berkah

  Judul Buku: Kita Lansia, Terus Berkarya, Bahagia, Penuh Berkah, Kumpulan Esai Penulis: Adri Darmadji Woko et.al Editor: Indro Suprobo, Ons Untoro Isi:  14 X 20 cm, x + 412 hlm  Cetakan Pertama: Mei 2024 Penerbit: Tonggak Pustaka Dulu, ketika kita masih kecil, kapan mendengar orang lanjut usia, yang terekam dalan ingatan adalah orang yang sudah uzur, sudah tua renta, berjalan pakai tongkat, atau malah bungkuk. Orang seperti itu biasanya dipanggil  simbah, eyang atau kakek, atau nenek. Pendek kata, orang lanjut tua sudah tidak memiliki daya. Orang yang selalu membutuhkan bantuan orang lain untuk pergi kemanapun, bahkan hanya untuk ke kamar mandi, atau malah untuk bangun tidur. Dan biasanya, rambutnya sudah memutih, kulitnya keriput, giginya semua sudah tanggal. Umur 70an tahun, pada waktu itu, terasa betapa tuanya. Karena pada waktu itu, belum dikenali kategori usia lanjut, sehingga kalau melihat orang tua, dalam bahasa jawa disebut thuyuk2, dengan sendirinya sudah (dianggap) sebagai u

Namaku Luka, Antologi Cerpen 25 Penulis Perempuan

  Judul Buku: Namaku Luka, Antologi Cerpen 25 Penulis Perempuan Penulis: Ninuk Retno Raras et.al Editor: Indro Suprobo, Ons Untoro Isi:  14 X 20 cm, x + 262 hlm  Cetakan Pertama: April 2024 Penerbit: Tonggak Pustaka Membaca cerpen-cerpen yang ada di dalam buku ini, dan ditulis oleh para perempuan, saya teringat buku kumpulan cerpen berjudul ‘Perempuan’ ditulis oleh seorang sastrawan dan wartawan yang, saya kira sangat dikenal, ialah Mochtar Lubis. Buku kumpulan cerpen ini pertama kali diterbitkan tahun 1956 dan diterbitkan kembali tahun 2010 oleh Penerbit Obor Indonesia Saya tidak sedang membandingkan antara buku kumpulan cerpen Mochtar Lubis berjudul ‘Perempuan’ dengan buku kumpulan berjudul ‘Namaku Luka’, karya para perempuan dari berbagai usia. Para penulis cerpen dalam buku ini, ketika buku kumpulan cerpen karya Mochtar Lubis diterbitkan, para penulis perempuan ini, dan juga saya, belum lahir. Yang sebenarnya ingin saya katakan ialah, bahwa cerpen masih terus ditulis dari generasi

Santri Terampil Menulis Berita

  Judul Buku: Santri Terampil Menulis Berita Penulis: H. Nasrullah Krisnam Editor: Indro Suprobo Isi:  12.5 X 19 cm, xxii + 86 hlm  Cetakan Pertama: April 2024 Penerbit: Tonggak Pustaka Santri dan jurnalis merupakan sumber bahan baku intelektual bagi NU. Keduanya menjadi bagian terpenting dari kebutuhan mendasar NU untuk menguatkan peradabannya, menghadapi tantangan di abad kedua, yaitu kapasitas intelektual, kapasitas teknokratik, dan kemandirian ekonomi melalui kewirausahaan. Tiga kebutuhan mendasar ini sekaligus adalah kerja peradaban yang tidak mudah.  Dalam ranah intelektual, NU mulai banyak memiliki intelektual kampus, para akademisi, tetapi peran para Kiai, Nyai, dan santri tidak tergantikan sebagai pilar penting yang menyumbangkan pemikiran lewat tradisi bertutur lisan maupun tulisan. Jurnalis memiliki peranan penting dalam menggaungkan pemikiran-pemikiran ini kepada publik secara luas. Sejak awal berdirinya, NU memiliki persahabatan yang sangat rekat dengan jurnalis sebagai ba

Tiga Penyair Yogya dan Keunikan Jalan Pilihannya

  Judul Buku: Jalan Yang Dipilih, Antologi Puisi 3 Penyair Yogya Penulis: Yuliani Kumudaswari et.al Editor: Indro Suprobo, Ons Untoro Isi:  14 X 20 cm, xii + 116 hlm  Cetakan Pertama: Maret 2024 Penerbit: Tonggak Pustaka Yuliani, Produktivitas sebagai buah dari Habitus Adalah Yuliani Kumudaswari, penyair perempuan yang tak pernah henti menulis puisi. Seolah-olah, melahirkan puisi telah menjadi nafas hidup. Ia bergerak, mengalir, meluber dan tumpah sebagai pilihan-pilihan kata yang terolah. Menulis puisi atau cerpen secara rutin atau berkala dalam tempo tertentu lalu mengumpulkannya dalam setahun sehingga dapat menerbitkannya dalam sebuah buku, adalah sebuah laku disiplin yang tidak mudah. Ini adalah sebuah gaya atau laku hidup yang membutuhkan energi besar karena mendorong atau mengelola seluruh pikiran dan gerak motoris tubuh dalam suatu sinkronisasi aktivitas menulis. Penyatuan kehendak dan tindakan nyata membutuhkan latihan yang panjang dan pembiasaan yang terus-menerus. Semua itu m

Prahara Watusungsang Di Bulan Purnama

  Seperti halnya sastra Indonesia, sastra Jawa tak berhenti ditulis. Selalu ada penulis sastra Jawa dari usia berbeda-beda menulis sastra Jawa, baik berupa geguritan, cerita cekak dan novel. Ini ada naskah lakon, yang berjudul ‘Prahara Watusungsang’ ditulis Cicit Kaswami Rahayu, yang di tahun 2024 ini kumpulan cerka k nya mend ap at hadiah Rancage. Kisah Prahara Watusungsang , seolah seperti situasi politik negeri kita yang muram, yang membuat sesak dada banyak orang. Seorang raja, yang menikahi seorang perempuan anak pekathik , yang pada akhirnya di kemudian hari, istri raja tersebut, yang berasal dari rakyat, lebih berkuasa ketimbang rajanya, sehingga membuat rakyatnya menderita. Begitulah rakyat yang mendapat kekuasaan, mentalnya tidak kuat, dan mempunyai keinginan agar kekuasaan terus dipegangnya, dan dengan berbagai cara, termasuk merusak pranata hukum, merobek moral, meluruhkan etika, agar kekuasan tidak lepas darinya. Pertunjukan yang diberi nama pentas baca ini, akan di

Semangat Menulis, Semangat Menjaga Yogya, Menjaga Indonesia

  Judul Buku: Yogyaku, Yogya Kita, Indonesia Penulis: Ons Untoro et.al Editor: Sutirman Eka Ardhana, Indro Suprobo Isi:  14 X 20 cm, vi + 146 hlm  Cetakan Pertama: Januari 2024 Penerbit: Tonggak Pustaka SEMANGAT untuk menulis, menulis dan menulis, tak boleh pupus. Menulis yang dimaksud tentu dalam konteks berkarya. Semangat itu tak boleh hilang, tak boleh tenggelam dalam alun kehidupan di usia tua, di masa-masa sepuh. Seperti bara api, semangat itu tak boleh padam, tapi harus tetap menyala, membara, sampai Tuhan menentukan batas akhir kehidupan. Dan,  buku Yogyaku, Yogya Kita, Indonesia ini merupakan wujud dari bagaimana para mantan wartawan dan sejumlah wartawan berusia lanjut yang tergabung di dalam wadah Paguyuban Wartawan Sepuh Yogyakarta menjaga serta menggelorakan semangat menulis itu. Buku ini merupakan buku kumpulan tulisan para "wartawan sepuh" yang keempat. Ketiga buku sebelumnya Yogya Bercerita - Catatan 40 Wartawàn ala Jurnalisme Malioboro (2017), Yang Hilang di Y

Bulan di Pohon Trembesi, Antologi Cerpen

Judul Buku: Bulan di Pohon Trembesi, Antologi Cerpen Penulis: Ninuk Retno Raras et.al Editor: Indro Suprobo, Ons Untoro Isi:  14 X 20 cm, viii + 104 hlm  Cetakan Pertama: Desember 2023 Penerbit: Tonggak Pustaka Penulis cerpen ini semuanya perempuan. Semua bercerita tentang perempuan meskipun tidak selalu menyangkut dirinya. Namun semua tidak lepas dari pengalaman hidupnya. Perempuan menulis cerpen, memang tidak harus menuliskan kisah tentang perempuan, tetapi bisa mengambil tema apa saja, termasuk tema-tema absurditas seperti sering kita temukan dalam cerpen-cerpen yang lain. Karena buku kumpulan cerpen ini diterbitkan pada bulan Desember, maka tema yang ditawarkan adalah tentang perempuan, dengan pertimbangan bahwa bulan Desember itu identik dengan bulannya perempuan.  Oleh karena itu para penulis cerpen ini mengkesplorasi tema perempuan. Pengalaman atau impian mengenai perempuan ditelusuri agar tulisannya terasa kaya. Bahkan, kisah menyangkut pengalaman bersama ibunya menjadi bahan t