Skip to main content

Yogya Bercerita, Catatan 40 Wartawan ala Jurnalisme Malioboro


 

Mengapa menggunakan sebutan “paguyuban”? Karena tujuannya  semata-mata supaya benar-benar guyub. Dalam pengertian rukun tidak perlu ribet dengan tetek bengek sistem sebagaimana persyaratan sebuah organisasi. Secara periodik mengadakan pertemuan silaturahim kumpul-kumpul dalam rangka “ngrabuk nyawa”. Bersenda-gurau bersama melepas kerinduan setelah berpuluh-puluh tahun terbenam dalam kesibukan menjalankan profesi kewartawanan. Kata orang untuk memperpanjang usia. 

Dipilih istilah “sepuh” dan bukan “tua” untuk paguyuban para wartawan ini karena memang mengandung maksud. Sepuh tidak sekedar tua usia, tetapi juga dimaknai dengan adanya kandungan unsur “wise”. Dianggap sudah sampai pada tahapan “menep” dalam menjalani kehidupan. Maka disepakatilah sebutan Paguyuban Wartawan Sepuh (PWS) ini. Jadi sangat jelas, paguyuban para wartawan sepuh ini bukanlah sebuah organisasi.

Pada pertemuan PWS yang kesekian kalinya yang kebetulan diadakan di Omah Petruk padepokan milik Romo Sindhunata, beliau menganjurkan supaya para wartawan yang banyak lika-liku kehidupannya itu menulis pengalamannya. Masing-masing menulis pengalamannya sendiri. Itulah nantinya yang akan menjadi warisan yang tak ternilai untuk anak cucu. Kalau buku kumpulan tulisan para wartawan sepuh ini hadir di hadapan pembaca, jelas merupakan perwujudan keguyuban teman-teman wartawan sepuh. Dan sudah semestinya kami haturkan “matur nuwun” kepada Romo Sindhu yang telah menyalakan lilin pencerahan itu. Kepada kedua teman bung Sutirman Eka Ardhana dan mas Purwadmadi yang telah bersedia menjadi editor buku ini, kami juga ucapkan terima kasih. Semoga buku ini ada manfaatnya.

Hari Lahir

Setelah menampung segala keresahan para wartawan yang beraneka ragam di antaranya yang sudah pensiun tidak terperhatikan oleh lembaga dimana ia pernah bergabung dan wartawan yang sudah tidak bergerak di bidang jurnalistik, maka para wartawan sepuh itu diundang untuk bertemu di Jogja TV dengan suguhan angkringan. Datang dalam catatan presensi 28 orang.

Hari itu adalah tanggal 15 Februari 2007 Hari Kamis Pon 27 Sura Tahun Jawa Ehe Windu Kuntara 1939. Dan inilah yang dijadikan hari lahir Paguyuban Wartawan Sepuh Yogyakarta. Dalam pertemuan pertama itu disepakati tentang nama paguyuban yang bukan senior tetapi sepuh lantaran berkonotasi Jawa sepuh berarti berbobot baik di dalam hidupnya maupun dalam pemikirannya. Dalam pertemuan pertama itu sebenarnya sudah disepakati rencana akan menulis buku yang isinya tentang pengalaman para wartawan ketika masih meliput. Rencana itu kemudian diperkuat oleh Romo Sindhunata. Juga disepakati paguyuban ini bersifat terbuka dan sukarela. Dalam perkembangannya paguyuban ini membutuhkan pengurus. Karena bukan organisasi, tetapi bersifat pelayanan maka yang ditunjuk untuk melaksanakan berbagai hal untuk kelancaran paguyuban, sebagai Pangarsa Abdi Dalem Drs. Oka Kusumayudha. Sedang untuk juru panitera (juru tulis) Drs. Sugeng Wiyono A, dan Kahartaan Ibu Arie Giyarto. 

Sekian terima kasih.


Oka Kusumayudha
Sugeng Wiyono