Skip to main content

Penyair dan Rembulan, Antologi Puisi 60 Penyair



Mencipta Peristiwa Budaya

Penyair dan Rembulan, adalah antologi puisi karya 60 penyair yang selama lebih dari 8 tahun telah ikut terlibat dalam peristiwa budaya yang dinamai Sastra Bulan Purnama, di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta. Antologi puisi ini diterbitkan untuk menandai tonggak penting dalam kehidupan Ons Untoro, orang yang menggagas dan menekuni penyelenggaraan Sastra Bulan Purnama secara rutin sampai dengan hari ini, yakni 60 tahun usia. Oleh karenanya, penerbitan antologi Penyair dan Rembulan ini di satu sisi merupakan tanda syukur Ons Untoro atas anugerah usia yang ke 60, sekaligus tanda syukur atas kerja-kerja produktif yang masih dijalani sampai dengan usia 60. Di sisi lain, Penyair dan Rembulan ini menjadi tanda syukur perwakilan para sahabat pekerja budaya yang selama ini ikut mendukung kerja-kerja produktif bersama Ons Untoro melalui peristiwa Sastra Bulan Purnama. Bolehlah dinyatakan bahwa penerbitan Penyair dan Rembulan ini merupakan syukur bersama atas kerja kreatif-produktif kebudayaan yang masih terus berlangsung hingga saat ini.

Salah satu hal yang pantas untuk disyukuri oleh Ons Untoro dalam usia 60 ini adalah anugerah kesanggupan dan kesetiaan untuk terus-menerus mencipta peristiwa budaya berupa penyelenggaraan Sastra Bulan Purnama secara rutin di kompleks Tembi Rumah Budaya Yogyakarta. Sastra Bulan Purnama disebut sebagai peristiwa budaya karena ia merupakan ruang sekaligus moment kreatif di mana beragam kerja kebudayaan bertemu, berjalinan, berkolaborasi, berjejaring dan bersama-sama mewujud. Sastra Bulan Purnama sebagai peristiwa budaya merupakan tanda dan sarana persatuan mesra antara para pelaku kebudayaan. Di sana dan dalam moment itu, terjadi perjumpaan antara para penyair, pelukis, penulis cerpen, fotografer, penari, pencipta maupun pembaca monolog, seniman musik, termasuk para editor dan pekerja penerbitan. Perjumpaan yang terjadi di dalam pristiwa budaya yang disebut Sastra Bulan Purnama itu dapat berisi bermacam ragam proses seperti kolaborasi, saling belajar, saling menimba inspirasi, saling berbagi karya, saling meneguhkan proses kreatif, saling memperkuat kesanggupan untuk mencipta imajinasi-imajinasi dan metafora yang membantu memproduksi makna, saling mengisi dan semua ragam tindakan relasional-komunikatif lainnya yang menghantarkan setiap subyek menjadi semakin kreatif, produktif dan membudaya. Oleh karena itu, Sastra Bulan Purnama sebagai peristiwa budaya boleh juga disebut sebagai dialog dan komunikasi kebudayaan, sebuah proses produksi makna yang tak pernah berhenti. Dedet Setiadi, salah satu penyair yang judul puisinya dipilih sebagai judul antologi ini, melukiskan peristiwa budaya Sastra Bulan Purnama sebagai malam yang lebih terang dari lampu, agar segala yang hilang kembali bertemu, tanpa mengenal kasta, sebuah proses yang meninggalkan jejak makna abadi, dan menjelmakan percakapan yang tak pernah berhenti. 

Dengan demikian, di usia ke-60 ini, Ons Untoro boleh menandai per-jalanan hidupnya dengan mensyukuri talenta terakhir yang ditekuni dan digelutinya secara serius sekaligus gembira, yakni bekerja secara nyata bersama-sama dengan semua kawan dan komunitas, mencipta peristiwa budaya bernama Sastra Bulan Purnama, dan menjagainya se-cara setia. Ini adalah kerja yang penuh makna.

Akhirnya, melalui penerbitan antologi dalam tonggak ulang tahun ke 60 usianya, Ons Untoro hendak memberikan kesaksian bahwa menjadi produktif dan mengisi detik-detik hidup dengan senantiasa kreatif dan berkarya adalah sebuah jalan yang bahagia serta bermakna. Salah satu unsur penting yang tak dapat dilupakan dan berada di dalam seluruh proses kerja kreatif produktif kebudayaan ini adalah........menulis untuk keabadian.


Indro Suprobo dan Umi Kulsum

Editor