Skip to main content

Yogya Masa Datang

 



Impian-Impian Inspiratif

SETELAH sebelumnya menerbitkan secara mandiri buku “Yang Hilang dari Yogya”, 2017, Paguyuban Wartawan Sepuh (PWS) Yogyakarta kembali menerbitkan buku tulisan para jurnalis warga PWS yang diberi judul “Yogya Masa Datang”, impian-impian para wartawan sepuh. Jika pada buku sebelumnya, para wartawan bersaksi atas perubahan-perubahan Yogya sehingga menemukan tanda-tanda “yang hilang” dari Yogya, maka pada buku ini, izinkan dan bolehkan para wartawan sepuh menuliskan impian-impian yang mereka bayangkan akan terjadi dan terwujud di Yogya pada masa datang. Suatu impian yang dilambari oleh pengalaman kerja profesi puluhan tahun bersentuhan dengan masyarakat dan pergumulan intensif dengan begitu banyak peru-bahan yang terjadi di Yogyakarta. Sekurangnya, tulisan dalam buku ini membuka ruang-ruang kemungkinan atas dasar impian kreatif yang ditulis atas dasar renungan dan “riset sosial” yang terintegrasi dalam proses kerja jurnalistik.

PWS adalah paguyuban sosial bebasis kekeluargaan, spontan dan bersifat manasuka, kerelawanan untuk menghimpun mem-pererat persaudaraan pada saat-saat intensitas kerja sebagai jurnalis yang terinstitusi dalam lembaga pers tidak lagi formal terhubung. Paguyuban wartawan sepuh, wartawan yang tidak lagi suntuk dan penuh waktu mengerjakan kerja jurnalistik. Meski begitu, sebagian besar dari warga PWS tidak bisa menghentikan “kebiasaan” praktik menulis sebagai perilaku dasar panggilan jiwa seorang jurnalis. PWS wadah kebersamaan sesama wartawan (yang kebetulan sudah lanjut usia dan purna bakti dari perusahaan pers), namun bukan hanya sekadar untuk reriungan, rekreasi suka pari suka, melainkan berusaha tetap produktif mengelola arus pemikiran dan menyalurkan aspirasi serta inspirasi kepada masyarakat. 

Terbukti, sepanjang 2017-2019 PWS Yogyakarta telah meng-gelar Diskusi Kebangsaan setiap bulan hingga mencapai seri ke-28. Diksusi Kebangsaan memilih topik-topik strategis yang terkait dengan ideologi Pancasila dan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembicara pemicu diskusi pun dari kalangan ahli akademisi, politisi, pejabat, jur-nalis, budayawan, pekerja sosial, birokrat, penggerak swadaya masyarakat, dan mahasiswa. Diskusi Kebangsaan bekerjasama dengan banyak kalangan dan diikuti oleh berbagai eksponen dalam masyarakat, termasuk kalangan mahasiswa dan generasi muda. Diskusi Kebangsaan yang disusul menjadi Derap Kebangsaan saat memasuki tahun ketiga, selalu didampingi dengan penerbitan Jurnal Kebangsaan PWS yang memuat reportase Diskusi Kebang-saan berikut Rekomendasi-rekomendasi PWS. Selain itu, juga di-terbitkan majalah Warta Kebangsaan baik dalam versi digital-on line maupun dalam bentuk tercetak. Perjalanan diskusi inilah yang di antaranya memicu para wartawan sepuh untuk membongkar ingatan dan catatan pengalamannya untuk ditulis dan diwartakan kepada publik melalui buku. 

Buku “Yogya Masa Datang” bagian dari refleksi atas “dunia Yogya” yang membawa daya inspiratif mengimpikan sesuatu ada dan terwujud di masa datang. Mimpi jurnalis atas dasar realitas sosio-kultural masyarakat. Seperti halnya buku “Yang Hilang dari Yogya”, catatan kesaksian para jurnalis PWS tersebut menarik perhatian banyak pihak. Ada banyak wartawan warga PWS yang sudah menjalankan profesi jurnalistik sejak tahun 60-an dan 70-an di Yogyakarta. Mereka memiliki kedekatan emosional atas berbagai penanda penting kota Yogya. Ketika se-jumlah penanda tersebut hilang, berubah, dan tergantikan tentu saja membangkitkan kenangan masa lalu. Ternyata, jika sesuatu yang hilang tersebut memiliki bobot nilai historis tertentu, bahkan simbol nilai-nilai luhur, kehilangan itu bermakna secara kebu-dayaan. Demikian pula, apabila sejumlah impian para wartawan sepuh yang dituliskan dalam buku ini memiliki sejumlah rele-vansi dengan penguatan penanda kota Yogyakarta sebagai kota warisan dunia, sebagai “City of Philosophy” akan menjadi karya bermakna. Bermakna karena kota Yogyakarta bukan sebatas ko-ta warisan melainkan juga kota yang perlu diwariskan kepada generasi mendatang. Dalam kerangka menyiapkan Yogya sebagai warisan kepada generasi mendatang, impian-impian warga ma-syarakat untuk turut serta menguatkan penanda filosofi dan pengadaan infrastuktur simbolik kota Yogya menjadi suatu lang-kah yang diperlukan, dicatat, dan bilamana perlu masuk dalam perencanaan pembangunan untuk diwujudkan.

Buku ini bagian dari cara warga PWS memaknai lingkungan hidupnya, lingkungan sosial, lingkungan kultural, dan lingkungan politik kebudayaannya. Dengan kata lain, PWS berharap mampu terlibat dalam ekosistem kebudayaan masyarakat Yogya dengan memberi sumbangan pemikiran yang bermakna. Sebab utamanya, daya kekuatan warga PWS adalah pemikiran, termasuk impian-impiannya untuk masa depan yang lebih baik. Semoga impian-impian yang dituang dalam buku ini memberi makna kehadiran PWS dan masa depan Yogyakarta.

Kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung terbitnya buku ini, warga PWS menyampaikan terima kasih. Selamat membaca.



OKA KUSUMAYUDHA

Pangarsa Abdi Dalem PWS Yogyakarta