Skip to main content

Firdaus yang Hilang, Antologi Cerpen

 


Sinar kuning menerobos vitrase, masuk ke kamar dan jatuh di lantai. Aku melihat melalui jendela yang terbuka bahwa sore telah tiba. Sore, situasi liminal yang mengingatkanku pada hadirmu yang kian minimal. Aku bangun di antara bantal, selimut, sepotong coklat, gumpalan-gumpalan tisu dan tiga buku baru beli. Aku harus belajar dari para penulis itu bagaimana merayakan sedih, bersabar dengan penantian dan memahami kesia-siaan. Sampai buku ketiga aku tidak menemukan pelajaran yang lebih mendesak dari apa pun, yaitu tentang bagaimana cara memahamimu atau meniadakanmu. Sebab ternyata rasa sedih itu milik kita sendiri dan obatnya tak pernah sama untuk setiap orang. 

Sebentar lagi gelap, aku beranjak dari tempat tidur dan segera menutup tirai agar malam tak masuk ke dalam kamar. Tak perlu ditambah kelamnya petang, rumah ini sudah suram sejak lama. Sedari kau membawa pergi separuh cahaya ke rumah yang lain. Sementara aku masih saja di sini, setia pada kenangan. Karena hanya itu satu-satunya yang aku punya, kenangan bersamamu. 

Ini adalah penggalan dari salah satu cerpen yang dimuat di dalam buku ini. Ada sepuluh cerita pendek yang ditulis oleh sepuluh cerpenis dari berbagai kota. Menarik dan menghibur jiwa.

Selamat membaca.