Skip to main content

Kebatinan dan Pusaka Bung Karno

 



Kehidupan tokoh besar menarik untuk disimak, apalagi ka-lau dia adalah kepala negara besar, baik yang masih menjabat, ataupun yang sudah tiada. Demikian pula halnya dengan Presiden Pertama, sekaligus Sang Proklamator Bangsa ini yakni Presiden Ir. Soekarno atau yang dikenal akrab dengan sebutan Bung Karno. Tentang pribadi dan kehidupannya sudah banyak diulas dalam autobiografinya. Demikian juga pandangan dan aspek kehidupan yang lain. Tetapi hingga kini saya belum menemukan tulisan Bung Karno yang bertalian dengan Kejawen dan mengenai pusaka-pu-saka pegangan yang dipunyai oleh Bung Karno serta bagaimana memahaminya, baik ketika masih berjuang maupun ketika sudah menjabat sebagai presiden. Meskipun beberapa majalah ibukota dan daerah mencoba memburu pusaka Soekarno tetapi sebagian besar belum terkuak.

Tampaknya untuk masalah yang satu ini tidak banyak diketa-hui atau bahkan semacam ditabukan oleh masyarakat umum, lantaran semuanya mengandung misteri, yang susah untuk menjawabnya. Tetapi sebagai orang Jawa tulen saya yakin beliau mempunyai jiwa Jawa yang tidak lepas dari dunia Jawa yang penuh misteri, dan mistik dalam mempertahankan diri, yang kemudian pada akhirnya menjadi sebagai peneguh keyakinan atau bahkan digunakan sebagai senjata kehidupan yang maksudnya adalah merupakan kiblat kehidupan manusia Jawa, untuk semakin me-latih diri menjadi manusia yang beradab dan bermartabat. Ini ditunjukkan dengan lambang-lambang yang mengemuka yang ada di bilah keris yang tergambar berupa ricikan atau ciri-ciri khas pada Keris. 

Perlu dipahami bahwa senjata khususnya tombak dan keris yang awalnya adalah piranti upakhara kemudian menjadi senjata dan kembali lagi menjadi sebuah tuntunan untuk mengasah hi-dup agar menjadi orang yang beradab dan berperikeberadaban yang sangat tinggi, bahkan sampai kepada penyatuan pada diri dengan Sang PenciptaNya.

Keris atau Kerisology memang misterius. Ilmu Keris bak ilmu hidup, bahkan keris juga menjadi semacam buku hidup bagi yang memahaminya. Oleh karena itulah harus dipahami secara be-nar. Untuk memahaminya perlu dikenali dengan benar seperti me-ngenal apa yang disebut sebagai inti sari dari buah kelapa.

Keris merupakan sebuah ilmu lambang, maka memahami ilmu keris atau Kerisologi secara benar masih menjadi masalah sendiri bagi para pecinta keris di Nusantara ini. Sebab perkembangan ilmu paduwungan atau Kerisologi di negeri ini sudah jauh dari akar budayanya yakni Jawa. Pemahaman Jawa saja sudah banyak bergeser. Jawa tidak saja berarti segolongan etnis tertentu, tetapi terlebih sebuah wacana hidup yang arif bijaksana, seperti arti kata awalnya yakni Javana, yang berarti hidup secara arif bijaksana.

Keris dan tosan aji, masih banyak dipahami sebagai sebuah benda yang mempunyai kekuatan magis untuk mengangkat har-kat manusia. Jarang yang memahami bahwa keris itu dipesan dan dijadikan pusaka sebagai sebuah pedoman untuk hidup secara benar dan baik.

Belajar meneliti pusaka Bung Karno, kita diajak untuk me-mahami dan meneliti kembali apa intisari dari buah kelapa. Artinya bagaimana arah kehidupan kita dan bagaimana itu dieja-wantahkan dalam kehidupan.

Buah kelapa, awalnya kalau dilihat sepintas terbungkus serabut kelapa. Meski begitu kenyatannya serabut kepala atau sepet, itu berguna dan bermanfaat juga bagi manusia untuk peralatan dapur, untuk bahan bakar dan bahkan sekarang dipakai untuk isi bantal untuk jok mobil, juga untuk membersihkan berbagai ba-rang rumah tangga. 

Selanjutnya memahami keris hanya dengan memahami kulit serabutnya orang sudah senang? Tentu saja belum. Manusia ingin mengejar inti kelapa itu. Serabut kelapa dikupas kemudian bertemu batok kelapa. Apakah sudah puas? Meskipun batok ke-lapa ini juga mempunyai faedah bagi manusia untuk berbagai keperluan dapur dan lain sebagainya. Orang masih kurang puas. Setelah batok kelapa orang menemukan daging kelapa. Apakah daging kelapa itu yang merupakan inti pemahaman kelapa? Meskipun daging kelapa ini mempunyai banyak sekali kegunaan bagi manusia, untuk sayuran dan berbagai macam hal, apalagi kalau masih muda sangat menyegarkan, ternyata bukan itu inti kelapa. Apakah air kelapanya. Ternyata juga bukan. Lalu apa?

Daging kelapa tadi harus dikukur atau diparut diperas dan menjadi santan. Masih juga bukan inti kelapa. Santan parutan kelapa tadi kemudian dimasak dipanasi kemudian menjadi minyak dan blondo. Inilah yang kemudian digunakan untuk ber-bagai keperluan memasak. Dan yang terakhir minyak kelapa ternyata bisa untuk menghidupkan dian yang memberikan si-nar pencerahan ketika gelap datang. Ternyata membedah inti sari kelapa tidaklah semudah pikiran orang. Demikian juga de-ngan membedah keris. Banyak hal yang harus dilakukan untuk memahaminya secara benar. Memberikan pencerahan kepada diri sendiri, itulah inti kehidupannya. Baru kemudian memberikan pencerahan kepada orang lain.

Oleh karena itulah Buku Kebatinan dan Pusaka Bung Karno ini akan memberikan gambaran sedikit mengenai pusaka an-dalan yang mungkin pernah singgah di hati Bung Karno. Juga pemahaman mengapa Kejawen juga dikaiteratkan dengan kehi-dupan Bung Karno, karena beliau orang Jawa yang pada waktu hidupnya masih kental dengan pendidikan Jawa, meskipun beliau beragama Islam dan sangat dekat dengan para ulama Islam Jawa di jamannya.

Buku ini hanya membeberkan sekelumit kehidupan Ir. Soe-karno dalam pusaran pusaka Jawa, spiritualitas kejawen dan juga sedikit asal muasal Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Tentu jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya sebagai penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran untuk pengembangan pemahaman ilmu kehidupan yang tersirat dan tersurat dalam pusaka. Semoga buku ini berguna membuka wawasan generasi muda milenial yang sudah tidak lagi erat dekat dengan dunia tosan aji. Sosok Bung Karno sebagai presiden kiranya menjadi contoh yang baik untuk mengantar kembali agar keris semakin dicintai oleh generasi muda, agar budaya masyarakat yang kaya akan ilmu pengetahuan dan ilmu hidup itu jangan sampai tercerabut. Kita belum mengembangkan ilmu keris dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi. Semoga ada ilmuwan yang menyediakan waktunya untuk meneliti keris dari aspek tek-nologi untuk kemajuan dan pembangunan karakter bangsa. 

Terima kasih saya ucapkan kepada para sahabat saya di Tim Pengembangan Pelestarian Keris Propinsi DIY, Empu Sungkowo Harumbraja, Mas Victor dari Pametri Wiji, Mas Pramono Pinunggul dari Sekretariat Nasional Keris Indonesia, Mas Godod Sutedjo (Seniman Lukis), Mas Pandu - Pengamat Perkerisan, Mas Fendi dari Paguyuban Keris Merti Karto. Mas Nilo dari Paguyuban Keris Lar Gangsir, Mas Norjianto dari Paguyuban Keris Senopati, Mas Budi Kajena, dari Lingkar Kajian Keris serta para petinggi Dinas Kebudayaan Propinsi DIY. 

Tak lupa pula kepada isteriku Sri Maryani yang selalu mendu-kung penulisan ini, juga anak anakku, Vivin dan Arko, serta ke-dua menantuku dan cucuku Kalya, Gege, dan Kaio yang juga mendorong dituliskannya buku ini. Tidak lupa semua saja yang mendukung dan mendorong dituliskannya buku kecil ini semoga berguna bagi pengembangan dunia perkerisan di Yogyakarta khususnya dan Indonesia pada khususnya. Terima kasih

Selamat Membaca


Salam Hormat

Yogyakarta 25 Oktober 2020

Ki Juru Bangunjiwa

(Drs. Sugeng Wiyono Al.)