Ons Untoro adalah pejalan kaki. Meskipun tidak setiap hari,
ia selalu menyempatkan diri untuk berjalan kaki di sore hari, menyusuri
ruang-ruang di lingkungan sekitar, lanskap pedesaan atau sudut-sudut perkotaan
sambil memaknai waktu sebagai perjalanan diri. Tampaknya, bagi Ons Untoro,
berjalan kaki di sore hari bukanlah sekedar praktik jasmani melangkahkan kaki
demi kesehatan diri, melainkan juga sebuah praktik simbolik dan rohani, yakni
sebuah gerak subyek untuk senantiasa melintas dan melampaui, menyusun pemaknaan
hidup tiada henti. Tak mengherankan jika kebiasaan sederhana ini memberinya
kesanggupan yang mengasyikkan ketika ia terpaksa harus berhadapan dengan
realitas dan pengalaman isolasi mandiri.
Di masa pandemi, isolasi maupun isolasi mandiri merupakan
salah satu metode yang diputuskan oleh otoritas kesehatan dan dipatuhi oleh
seluruh warga demi memutus rantai infeksi, menjagai kesehatan dan keamanan
komunitas warga, agar virus tidak semakin menyebar dan rumah sakit serta tenaga
medis tidak kehabisan daya untuk melayani.
Isolasi atau isolasi mandiri adalah proses pembatasan
aktivitas bagi warga atau pribadi, terutama mereka yang sudah terinfeksi atau
dimungkinkan terinfeksi. Isolasi adalah sebuah proses mengurangi kebebasan diri
sehingga ia tak dapat terekspresi sebagaimana kebiasaan sehari-hari, terutama
demi kesehatan dan keamanan orang lain yang belum terinfeksi. Istilah kerennya,
isolasi atau isolasi mandiri adalah sebuah kastrasi atau pengebirian sebagian
kenikmatan (jouissance) dalam rupa pengebirian sebagian kebebasan dalam
berbagai macam hal demi terjaminnya hasrat kesehatan dan kebebasan orang-orang
lainnya (the other). Isolasi yang merupakan kastrasi ini mengakibatkan
seseorang merasa mengalami kekurangan (lack) sekaligus menciptakan hasrat
(desire) untuk senantiasa mencapai pengalaman kepenuhan. Pada titik ini,
isolasi telah mengakibatkan subyek mengalami situasi terpecah. Pada satu sisi
ia terkastrasi, mengalami kekurangan karena menganggap dirinya tak memiliki
kebebasan akibat telah dikebiri melalui isolasi. Pada sisi lain ia memiliki
hasrat yang mendalam untuk memiliki kebebasan yang terkebiri itu. Isolasi
adalah sebuah pengalaman traumatik yang menjadikan subyek menghadapi kenyataan
bahwa di satu sisi ia menemukan dirinya berada dalam situasi "tidak
utuh" (lackness), namun di sisi lain ia mendambakan keutuhan
yang meng-hasilkan kenikmatan (jouissance).
Bagi sebagian orang, pengalaman isolasi mengakibatkan
depresi, yang terekspresikan ke dalam beragam perilaku seperti murung, mudah
marah, protes terhadap situasi, menolak situasi yang membatasi, menyalahkan
orang lain, tidak enak makan, sulit tidur (insomnia), mudah gelisah dan sering
merasa lelah. Bagi sebagian orang lain, isolasi tak berdampak apapun. Mereka
tetap dapat menikmati waktu dan ruang mereka apa adanya dan rileks meskipun
harus membatasi sebagian aktivitas yang biasanya dapat mereka lakukan.
Ons Untoro tidak berada dalam dua situasi itu. Ia berada
dalam situasi ketiga. Tampaknya, baginya, isolasi tidak mengakibatkan munculnya
anggapan bahwa ada sebagian kebebasan yang terkebiri atau terkastrasi
sebagaimana dirumuskan oleh lingkungan atau struktur sosial pada umumnya.
Ia keluar dari kesadaran yang ditanamkan itu, dan memproduksi kesadaran mandiri
bahwa sebagai subyek ia tidak sedang terkastrasi, melainkan sedang memilih
cara memaknai ruang dan waktu secara berbeda dengan seluruh kebebasan yang
tetap ada dalam dirinya dan mengarahkannya kepada satu aktivitas produktif
yakni membaca dan menulis puisi. Pilihan tindakan Ons Untoro ini barangkali
boleh disebut sebagai pilihan tindakan radikal karena ia keluar dari semua
anggapan yang pada umumnya dirumuskan oleh lingkungan bagi dirinya dan
mengambil pilihan produktif berupa aktivitas membaca dan menulis puisi.
Tindakan radikal ini paling tidak tampak dalam dua puisi yang ditulisnya, yakni
puisi berjudul "Katanya" dan puisi berjudul "Membaca
Buku", saya kutipkan berikut ini:
Katanya
Katanya omicron terbuat dari batuk dan flu
Aku bilang, isoman ramuan imajinasi dan puisi
Di kamar di antara buku aku meramu penuh rindu........
Membaca Buku
...................
Membaca isoman mengisi waktu
Selepas 10 hari berlalu, sehat menemu
Siapa tahu terbit buku baru
Dalam dua kutipan puisi itu, tampak jelas bahwa Ons Untoro
membangun makna baru tentang isoman, bukan sebagaimana dirumuskan oleh orang
pada umumnya, bukan sebagai pengebirian kebebasan melainkan sebagai ramuan
imajinasi dan puisi, yang ia ramu penuh rindu di kamarnya di antara buku-buku.
Tujuan akhirnya tiada lain adalah menerbitkan buku baru. Ia melompat keluar
dari kotak identifikasi simbolis yang dipaksakan oleh struktur sosial. Ia
memilih identifikasinya sendiri dan menikmatinya sebagai keaslian dirinya dan
merdeka.
Melalui pilihan tindakan ini, Ons Untoro menjadi subyek yang
melampaui pengalaman isolasi. Melalui pilihan tindakan ini pula, ia memilih
menjadi subyek yang merekah dan otentik. Tak mengherankan jika isolasi yang
harus dijalaninya tak menghalanginya untuk tetap menjadi dirinya sendiri apa
adanya dan produktif.
Ons Untoro memang pejalan kaki sejati. Ia adalah subyek yang
senantiasa merekah dan berusaha melampaui. Buku kumpulan puisi ini adalah
hasilnya sekaligus bukti.