Skip to main content

Buah Hati Tersembunyi

 


Cerpen Dyah Ariani SW

 

Ayu, perempuan pongah berhati batu. Statusnya sebagai perempuan simpanan akibat perzinaan, hingga melahirkan anak haram hasil hubungan tidak halal yang disimpannya sangat rapat sejak puluhan tahun silam. Anak tersebut, Bunga namanya, beranjak remaja. Ayu telah bersuami saat bergulat sebagai istri gelap dalam perselingkuhannya dengan Bagus, lelaki beristri.

Dari lelaki satu pindah ke lelaki lain, Ayu terhempas dalam hubungan yang tidak sehat, kisah asmara yang tiada juntrungnya. Kegemarannya mengganggu kerukunan rumah tangga orang, dan senantiasa bersembunyi dengan alasan jatuh cinta itu bisa kapan saja dan di mana saja. Ayu tergoda, “rumput tetangga dipandangnya lebih hijau dari rumput di rumah sendiri”. Dia memang tidak mau setia, bukan tidak bisa setia.

Namun sesuatu yang busuk, bagaimanapun pintar menyimpan, akan ketahuan juga baunya. Cerita menyangkut pengembaraan cintanya dan lahirnya anak di luar perkawinan sah, beringsut lambat laun menyeruak, dalam bisik-bisik kerabat, teman dekat, dan tetangga.

Dunia, bagi Ayu bagai himpitan neraka. Lebih-lebih isu kiamat merebak akhirnya tidak terbukti. Kabar santer ramalan Suku Maya kiamat 21-12-2012 sempat menusuk-nusuk detak jantungnya, kalut pikirannya. Ayu gundah. Perjalanan hidupnya yang kelam dan keras menjadikannya sosok ambisius, sinis, serta lekas naik darah. Raut wajahnya tampak merengut, tidak lagi cerah. Perempuan tinggi hati itu, bahkan pernah nyaris bunuh diri didera konflik batin tajam tak bertepi, kasihan.

Ayu perempuan metropolitan dengan karir menjulang, berkantor di kawasan perkantoran elite Mega Kuningan, tak mampu menyembunyikan resah jiwa yang melanda. Kecantikan paras dibarengi kemolekan tubuh perempuan usia 40 tahunan, beserta segala atribut yang disandangnya, membungkam citra kecantikan sejati perempuan, “kecantikan yang memancar dari jiwa dan tingkah laku”, Ayu tak memiliki itu. Padahal Allah memuliakan perempuan di tempat yang begitu tinggi. Nabi Muhammad menyebut “Ibu” sebanyak tiga kali ketika seorang umat bertanya kepada siapa ia harus berbakti. Rasulullah telah bersabda pula, “Wahai Fatimah, sesungguhnya Allah marah dengan kemarahanmu dan Allah rela dengan kerelaanmu.”

Agama Islam menjunjung tinggi kaum perempuan dan kesetaraan. Kaum perempuan adalah manusia tangguh. Persoalan terkait  ketidaksetaraan gender bukan persoalan agama, melainkan budaya dan penafsiran agama yang kurang tepat, sehingga perempuan sebagai korban. Hal ini termasuk penzaliman atas nama agama yang mesti dihindari.

Usia 40 tahun punya makna istimewa. Ada ungkapan “life begin at forty”, dimana pada usia ini, seseorang dianggap dewasa dan mulai menemukan hidupnya. Asumsinya pada usia tersebut, karir telah mapan, pendapatan dan kekayaan telah mencukupi. Karena itu, sering pula dikaitkan dengan puber kedua yang memicu maraknya perselingkuhan. Kemapanan materi diiringi godaan, merupakan saat-saat kritis terjadinya perceraian.

Dalam  perspektif  lain, usia 40 yang dimaknai positif, akan menjadi awal kematangan jiwa.

.”Pasangan selingkuh Ayu, laki-laki perlente paruh baya, bekerja di kawasan industri Bekasi, daerah di pinggiran Ibukota. Setali tiga uang, suka berpetualang asmara, tipe lelaki hidung belang - perayu ulung, pengobral janji, jagoan kencan. Kisah asmaranya pun berloncatan dari perempuan satu ke perempuan lain.

Sejak lahirnya Bunga, mereka bertiga hidup terpisah. Ayu kembali menikmati kebebasan hidupnya tanpa peduli anaknya, Bagus pun lari dari tanggungjawab, memilih menyembunyikan Bunga dengan menitipkannya pada keluarga lain, dari satu rumah ke rumah lain. Dilematis memang, karena baik Bagus maupun Ayu yang terlanjur terperosok dalam jurang pernikahan tidak resmi, sama-sama telah terikat tali pernikahan sah sebelumnya.

Tempat indekos Bunga di Rawa Belong, lingkungan pusat pasar bunga Jakarta Barat, kawasan Kota Tua yang menyimpan hikayat tokoh legendaris Betawi “Si Pitung”. Pertimbangan dipilihnya tinggal di sana agar ada kemudahan, karena Bunga bersekolah di daerah tersebut. Namun bukannya tanpa masalah, seringkali dia berpindah kos karena ketidakcocokan dengan penghuni rumah. Pada umumnya mereka angkat tangan tak sanggup mengatasi tingkah polah Bunga yang makin bertambah umur, kian nakal sukar diatur.

Hanya mengandalkan pengasuhan dari orang-orang yang tidak tergolong keluarga maupun kerabat, serta perhatian yang tidak sepenuhnya, itulah kenekatan Bagus yang berisiko terhadap perilaku Bunga. Hanya secara berkala, seminggu atau sebulan sekali, dia menengok anaknya. Membanjiri Bunga dengan oleh-oleh, hadiah, mengajaknya jalan-jalan kemana-mana sesuai keinginan buah hatinya. Bungkusan plastik besar selalu mereka tenteng setelah acara refreshing akhir pekan. Aneka snack, soft-drink, permen, mainan, berjejal di kamar gadis itu. Sayangnya, mereka tidak menjadikan berkunjung ke toko buku sebagai kebiasaan.

Begitulah, Bagus begitu memanjakan Bunga, dampak dari rasa bersalah karena tidak sanggup optimal mengurusnya. Bahkan status anak tersebut yang hingga kini masih disembunyikan, kian menghimpit derita hidupnya.

Tidak seperti layaknya pasangan suami istri yang berbahagia kala dikaruniai bayi, kelahiran Bunga malahan tanpa berita. Tiada kabar menyebar dikirim orangtuanya, semisal menyampaikan berita “telah lahir dengan selamat putri kami, normal, berat 3,7 kg - tinggi 50 cm, semoga menjadi anak shalehah”. Tiada pula kelahirannya disertai kebiasaan ungkapan syukur seperti aqiqah, atau upacara tradisional Jawa semisal empat bulan kehamilan (saat ruh Tuhan ditiupkan malaikat pada janin), mitoni, tembuni, puputan, sepasar, selapanan, nyapih, netoni, ataupun khitan.

Bulan Ramadhan kali ini, sama seperti tahun-tahun lalu. Bunga bebas mau puasa atau tidak. Tidak seperti layaknya anak-anak seusianya yang gegap gempita menyambut Bulan Mulia dengan suka cita.

Usia Bunga 14 tahun, tidak seperti remaja sebayanya yang sudah duduk di bangku SMP. Dia masih harus tinggal di bangku SD, karena pernah dua kali tidak naik kelas. Bapak Ibu gurunya di sekolah mesti ekstra ketat mempertimbangkan kenaikannya, karena nilai rapor yang jauh dari memenuhi syarat. Hal ini akibat Bunga tidak disiplin, tidak giat belajar.       

Bunga memiliki sikap keseharian kolokan, kekanak-kanakan, tomboy, cuek, suka usil mengganggu anak-anak kecil. Dia juga keras kepala, kurang peka, suka mencari perhatian, bandel, selalu ingin menang sendiri, serta tidak mau hidup susah. Pandangan matanya kosong, suka teriak keras-keras, dan suka membuat pengaduan palsu maupun berbohong.

Segala permintaan Bunga banyak terpenuhi karena dimanja ayahnya. Bunga boros, pemberian Bagus sering habis sebelum waktunya. Apapun dibelinya sepanjang dia suka. Tabungan wajib di kelasnya, nominalnya paling sedikit dibanding teman-temannya. Dia lebih suka membeli jajan yang langsung memuaskannya, daripada menyisihkan sebagian untuk ditabung. Hidup prihatin, apalagi, tiada filosofi itu dalam benaknya. Yang penting hanya ada senang...senang...dan senang... Jika suatu saat keinginannya tak terpenuhi, Bunga langsung merengek menelepon ayahnya, dan sesegera mungkin Bagus datang menenteramkan dengan keenakan berjuta, habis perkara. Demikian hari-hari dilewati Bunga, hari-hari senang namun gersang.

Salah satu sebab berkembangnya kenakalan remaja adalah kerenggangan ikatan dengan orangtuanya. Dan pada fenomena Bunga adalah contoh nyata.

Remaja, menilik dari asal katanya, dari bahasa latin ”adolescere” yang berarti tumbuh untuk mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional - tumbuh menjadi dewasa. Disamping sebagai masa berkesan, remaja sebagai masa topan badai dan stres, karena mereka telah memiliki keinginan bebas dan mandiri. Masa remaja rawan konflik karena berada pada jalan persimpangan dimana mereka sudah tidak termasuk anak-anak, namun belum juga bisa diterima secara penuh masuk golongan dewasa. Mengenai batasan usia remaja, WHO menetapkan antara 10-20 tahun.

Sebagai anak yang dilahirkan di luar pernikahan yang sah, Bunga terhadang pernik masalah pelik. Karena tidak ada bukti Kutipan Akte Nikah orangtuanya, dia tidak berhak atas Akte Kelahiran dan tidak tercatat dalam Kartu Keluarga, dimana surat-surat penting tersebut sangat diperlukan saat mendaftar sekolah, mengurus KTP, Kartu Kuning, SIM, paspor, dan keperluan lain. Sementara ini Bunga masih bisa mengenyam pendidikan SD oleh karena adanya keringanan dari lembaga yang bersangkutan. Namun untuk jenjang pendidikan selanjutnya dan masa depannya kelak, dia akan menghadapi batu sandungan, terutama berkaitan dengan kejelasan nasib dan status di mata hukum.

Kata “bunga” diartikan sebagai bagian tumbuhan yang akan menjadi buah, biasanya elok warnanya dan harum wangi. Tidak salah jika seorang anak disebut buah hati, karena anak adalah jantung hati, tumpuan cinta kasih orangtua. Ironisnya, Bunga di sini tidak sesuai nama yang tersemat, dia kurang terawat, hidupnya berjubel belukar berduri, Bunga terlantar.

Dalam khidmatnya acara pernikahan, sering melibatkan pengiring pengantin “Pagar Ayu” dan “Pagar Bagus” terdiri dari para gadis dan jejaka rupawan. Namun ironisnya, Ayu dan Bagus pada situasi ini hanya keindahan nama, minim makna karena dalam mengarungi kehidupan, keduanya terombang-ambing cinta yang tak pada tempatnya.

Cinta hakiki ialah cinta oleh akal dan hati, disatukan oleh Tuhan, bukan oleh nafsu dan kepentingan. Cinta abadi dilandasi kasih Allah, sehingga “bertemu tak jemu, berpisah tak gelisah”. Begitu pun cinta sejati senantiasa kan abadi, laksana kukuhnya cinta Rama - Sinta dalam kisah Ramayana, Kaisar Syah Jahan - Mumtaz Mahal dalam kisah Taj Mahal, Qais - Laila dalam kisah Laila Majnun, Romeo - Juliet seperti dikisahkan Shakespeare, hingga kisah cinta Ali bin Abi Thalib - Fatimah Az-Zahra yang tak hanya berupa kisah cinta terbaik, paling romantis, kisah cinta keduanya juga begitu mulia dan terpuji.                                       

Cinta bisa menjadikan manusia mulia, namun cinta bisa juga mengakibatkan manusia terhina bila tidak dimaknai dengan benar. Karena cinta, perempuan/laki-laki menyerahkan kehormatannya pada perempuan/laki-laki lain di luar ikatan pernikahan sah. Bahkan sampai ada yang meninggalkan keluarganya demi hidup bersama perempuan/laki-laki lain.  

Cinta dalam perkawinan yang teguh dan mulia, senantiasa direstui agama, hukum, keluarga, juga masyarakat.

Dalam keruhnya perselingkuhan, mengakibatkan runtuhnya rasa kemanusiaan. Selingkuh mengikis kehormatan, menghilangkan kesucian dari Tuhan, mengkhianati pasangan, menebar dendam dan permusuhan, serta melukai nama keluarga besar. Keindahan selingkuh pada akhirnya hanyalah fatamorgana di atas gelita jiwa.

Tuhanlah pada akhirnya nanti penentu dosa manusia. Tuhan pula yang tiada habis ampunan-Nya menerima dengan sangat sabar air mata tobat umat. Kemampuan potensi, akal, pikiran dan hati yang dianugerahkan kepada manusia, adalah alat ukur moral yang dapat memberi pertimbangan terhadap baik buruk suatu hal - bila dioptimalkan, manusia akan menemukan kebenaran Tuhan, dan membantu menyelesaikan segala permasalahan hidup secara bijak.        

Kalimat bijak menyatakan “tiap-tiap manusia bertanggungjawab atas ekspresi hidupnya”.  Manusia diberi kebebasan dalam olah cipta, tubuh dan jiwanya sesuai norma yang dianut. Namun pada akhirnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sesampainya di akhirat kelak, manusia tetap harus mempertanggungjawabkan segala perilaku hidupnya dalam pengadilan Tuhan.

Tuhan mendidik manusia dengan segala cara. Orangtua mendidik anak bagai membangun candi, menaruh bata tiap hari, mulai dari interaksi pagi. Itulah mengapa kedatangan Bulan Suci Ramadhan begitu dinanti. Karena pada bulan tersebut penuh hikmah. Disebut pula sebagai Syahrul Ibadah (bulan meningkatkan ibadah), Syahrul Jihad (bulan melawan hawa nafsu), Syahrul Ukhuwah (bulan persaudaraan dan cinta), Syahrul Qur'an (bulan belajar Al Qur'an), dan Syahrul Tarbiyah (bulan pendidikan).

Dalam konsep ilmu psikologi, tumbuh kembang anak sebagai proses yang senantiasa terkait dengan masalah belajar. Artinya, seorang anak akan menjadi apa dan bagaimana kelak, tergantung bagaimana dia belajar. Seorang pakar pendidikan yang mengabdikan dirinya sebagai konselor keluarga, juga seorang penulis ( Dorothy Law Nolte, Ph.D), melalui syair “Children Learn What They Live”, mengemukakan sebagai berikut:

Jika anak dibesarkan dengan celaan, dia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, dia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, dia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, dia belajar menyesali diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, dia belajar bersabar, menahan diri, dan memahami

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, dia belajar percaya diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian, dia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, dia belajar keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, dia belajar menaruh kepercayaan

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, dia belajar berterima kasih dan bersyukur

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, dia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

 



Keterangan 

Merengut    :  Muka masam, cemberut

Aqiqah        :  Selamatan hari ke-7, ke-14, atau ke-21 kelahiran anak dengan  

                       menyembelih hewan, disertai pencukuran rambut dan pemberian nama

Mitoni        :  Selamatan kehamilan tujuh bulan

Tembuni      :  Selamatan menanam ari-ari

Puputan      :  Selamatan lepasnya tali pusar bayi

Sepasar       :  Selamatan bayi usia lima hari

Selapanan   :  Selamatan bayi usia 35 hari

Nyapih        :  Periode mengakhiri anak menyusu Ibu

Netoni        :  Peringatan hari kelahiran berdasarkan weton pasaran







Dyah Ariani SW lahir di Jepara, 4 Mei 1968. Bungsu dari enam bersaudara, buah hati dari pasangan H. Soepardjan Widjojoatmodjo (Alm.) dan Hj. Soenarmi Kasiran Darmowidjojo (Almh.). Penulis adalah alumna Ilmu Pemerintahan FISIP UNDIP (Universitas Diponegoro) Semarang.


Ketika duduk di bangku SMP, beberapa kali menjuarai ajang lomba mengarang dalam rangka Hari Besar Nasional dan Hari Besar Keagamaan. Pernah meraih penghargaan sebagai Pemenang International Letter Writing Week, World Post Day - Universal Postal Union1984. Universal Postal Union (UPU) merupakan badan khusus di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bermarkas di Bern, Swiss.

Penghargaan juga disandangnya saat terpilih sebagai Pemenang Karya Favorit Lomba Menulis Cerpen Remaja (LMCR) – 2010.

Bersama beberapa rekan menorehkan karya Antologi Cerita Pendek “Bianglala (Carangbook, 2009) dan “21 Cerita Pembasuh Jiwa” (Kosa Kata Kita (KKK) bekerja sama dengan Yayasan Rayakultura, 2023). Buah pena lainnya terhimpun dalam Antologi Puisi “Mengukir Rasa Pikir” (Rayakultura Press, 2015)  berisi untaian kristal-kristal renungan.

Mengikuti Jakarta International Literary Festival (JILFest) - 2011, Sayembara Buku Kumpulan Puisi 2015 (Yayasan Hari Puisi - Indopos), serta Lomba Cipta Puisi Genre Sastra Hijau 2015, Tema: Merawat dan Melestarikan Bumi Seisinya (Suratto Literary Award).

Pernah berkecimpung di bisnis produk fashion berpusat di Paris dan mendapat amanah sebagai Wakil Sekretaris Pengurus Harian partai ternama di Indonesia.

Saat ini berdomisili di Jakarta, dengan kontak e-mail dyah.ariani.sw@gmail.com.