Mengulik Kemiskinan
Untuk Sahabatku Riwanto
Prahara Gestok sudah surut
Repelita menunda maut
Hidup terasa susah
Yogya kota tua punya raja
Jalanan penuh sepeda
Kerja pagi pulang senja
Sawah tak dipenuhi padi
Panen hanya hitungan jari
Tak ada makan untuk warga
Kumpul dan kumpul adalah sia-sia belaka
Revolusi Hijau sawah seolah berdaya
Keluarga Berencana seperti mantra
jalan modal menuju negeri sejahtera
Hutan, sawah, kebun, dan isi bumi adalah dagangan
Para bandar mengubah negeri jadi pasar
Hutang menjamin gemerlap pacakan
Kemiskinan bertopang dagu
Tak ada bincang, tak ada kata
Kemiskinan mengalir di tubuh
Orang miskin, tanpa daya, tanpa tenaga
Para petinggi di rumah tinggi
Tertawa sambil memeluk gengsi
Di Sriharjo pinggir Imogiri
Guruku mengulik jeli
Kemiskinan ditemu di balik batu
Suara lirih tak mengaduh
Sriharjo menindih Selopamioro
Seolah seperti gestok surut
Air kali Oya surut
Bening air mengalir ke laut
Hutang kita tak pernah surut
Yogya, 3 Juni 2024
Pek-der-sog Kali Oya
Muka air kali Oya surut bening
Kepek, bader dan soga
kelap kelip berenang gesit
Masuk celah batu sempit
Cerdik melawan arus
Mulut kecilmu nyuplik setitik umpan hanyut di kali
Tingkahmu genit menggoda cubit
Pemancing itu tharik-tharik mikir
Ingin mencubitmu dengan mata kail
Tenkara diimpor dari Jepang
Mengganti joran bambu kreasi pribadi
Meniru keiryu, umpan di ujung tasi tercampak ikut arus
Kepek, bader dan soga niscaya terpancing
Tidak mau kalah dari ikan kecil
Pemancing terus manambah asesori dan narasi
Biar lebih hebat dari ikan kecil
Kepek, bader dan soga
Kulitmu mengkilat mulutmu kecil
Doyanmu ulat kandang[1]
Tetasan serangga gilik mungil kurang semili
Rayahan kotoran ayam di kolong kandang
Nalar nglambrang menjumputmu
Melenting-lenting gesit di ujung jari
Sukar menusukkan kail mungil
Pemancing lihai punya trik
Menusuk ulat kandang di ekor
Hebatnya pada jurus tusuk doyanmu
Sssssst pek-der-sog
Di bebatuan licin kali Oya tempatmu mukim
Pek-der-sog, pek-der-sog kali Oya
kepek, bader, soga
Cer-dik-mu
Pemancing tua nggeblak
Yogya, 3 Juni 2024
________
[1] alphiotibus diaperinus larva
Trenyuh
Drama India mengharu biru negeri
Sepanjang hari, entah di angkringan entah di rumah
Masak, momong, kerja dan santai
Semua bersyarat
Shah Rukh Khan dan Kajol gandrung di TV
Aaa aa aaa, Kuch Kuch Hota Hai
Kajol nglendot lenjeh di bahu Shah Rukh Kan
Sesuatu terjadi di hati, kuch kuch hota hai
Khayal gebyar genit dari Bollywood
Orkesnya menggores dada menggoyang pinggul
Syaraf berkedut gandrung
Sayang mojok di sudut pandang
Terbawa mimpi
Sudut pandang bukan lagi tontonan teve
Bising brek brek kring kring piiim din din
Nyata aku mendarat di Metro Kolkota
Seorang aktivis gerakan sosial
Membawaku menembus lorong-lorong kota
Keluar masuk jalan tikus
Gelandangan ngglangsar hingga tritisan hotel
Ada harus, kasih Bunda Theresa tergerak
Mengangkat mereka dari tepian jalan
Walau sedetik menjelang ajal
Berhak atas kasih Illahi
Trenyuh menyentuh hati
Yogyakarta 22 Juni 2024
Beda-beda Daya Rakyat
Untuk alm. Geoge Aditjondro
Taxi Fiat kuning coret hitam buatan India
Berseliweran nyalip semrawut angkong (rickshaw)
Seberang Howrah Bridge pada sungai Hooghly, anak Gangga
Luas bagai pasar raya setasiun itu
Pengasong hiruk pikuk luru dhuwit
Penumpang membisu keburu waktu
Keretaku penuh berderit-derit
Melintasi dataran anak benua
Tiba di Ranchi, negeri Jharkand
Pikirku ingin ketemu para adivasi bernyali
Bikin ambyar sekongkol gelap bendung sungai Koel dan Karo
Habis, desa-desa akan tenggelam
Ratusan ribu petani bakal menangis darah
Tanah dan hidupnya tergusur diganti listrik
Entah untuk siapa 700 megawatt
Aksi adivasi itu boleh dikata
Terjadi sewaktu Orde Baru punya hasrat
Bendung hulu Bengawan Solo jadi waduk
Lima puluhan desa lengkap dibedol
Diseberangkan ke Sitiung, Sumatera Barat
Lebih 40 ribu petani jadi transmigran
Hidup sementara dari jatah
Dua tahun makan nasi tanpa tanam padi
Buka sawah dan ladang baru
Desa mereka di tepi Wonogiri habis tenggelam
Banjir bengawan di kota solo berhenti
Negara sementara gagah bikin proyek
Rakyat tapak tidak berdaya
Beda dengan situasi para adivasi India
Berat hati, enggan bersuara tidak
Aktivis kesana kemari sibuk diskusi
Orde Baru lebih perkasa
Rakyat terangkut pasrah ke seberang
Kuburan moyang, tenggelam sudah
Berganti Monumen Bedol Desa
Bengawan Solo airmu terbendung waduk
Di tengah Gadjah Mungkur ikan berenang dalam karamba
Muda mudi asyik kongkouw
Menikmati semilir tepimu
Yogyakarta, 22 Juni 2024
Layu Revolusi
Konferensi Meja Bundar Den Haag
Serahkan kedaulatan Indonesia
Tunai basis rekat revolusi kemerdekaan
Seolah daun layu, pelepah, tangkai dan helai
Enggan berbagi fungsi
Lemas kaum pergerakan gagal solider
Gotong-royong entah di mana
Pasar bubrah sampah merujak kota
Kostituante bubar udreg gagal rujuk merumus solusi
Kembali pada Undang-undang Dasar 1945
Lewat Sosialisme, Demokrasi, Ekonomi Terpimpin,
Menuju Kepribadian ber-Pancasila
Manipol USDEK haluan revolusi
Ajaran Resopim gelora Trikora
Perang rebut Irian di Laut Aru
Usir Belanda dari Papua
KRI Macan Tutul tertembak tenggelam
Laksamana Muda Yosafat Sudarso gugur
Harum bunga pahlawan merebak pulau-pulau
Arus selat Rosenberg deras menyibak Dulah dan Kei Kecil
Menyambut temaram mentari ditelan samudra
Ikan sakuda, sontong, garopak, kakap dan samandar
Genit bermain ke tepian menggoda cigi pancing
Bocah di atas Jembatan Usdek
Kampung Kiom tersambung Watdek
Disambung jembatan Usdek
Tembus jalan Trikora
Sensasi revolusi terpatri di jembatan
Beraksen tugu modernisasi cinta setempat: I love Kei
Di ibu kota ia tercanang emas
Nyala api abadi di puncak Monas
Eng-ing-eng punakawan sulaya
Gairah USDEK diunthet rumus mantenan
Unjukan Sop Dahar Es Kundur[2]
Layulah revolusi pemuda mananti saat kembali merdeka
Yogya, 27 Juni 2024
______________
[2] Unjukan Sop Dahar Es Kundur (Bhs. Jw.) = minuman sop makan es pulang
Namamu Reso
Tidurmu lelap di dalam peti
Berselimutkan angin malam
Dingin menghembus tidurmu
Kau sunyi sepikan
Ramai seberang pasar
Saat petani mengabdi tradisi
Tanam padi jual beras
Beli sayur, gula-teh dan jajanan
Sejak kolonial meraja
Kokok ayam di atas dahan mbrebegi
Melek matamu nyata di luar peti
Adamu di pasar Pakem
Tangan keriput mencuci muka
Membuang kotor jarik dan kebaya
Pelan kau urut kelewer setagen ke ujung
Masih ada ukelan dhuwit habis jualan
Kacang, jagung dan ubi setampah
Apa lagi yang ingin kau tawarkan
Taplak plastik lusuh kosong di atas peti
Hati belum pasti, tiba waktu tiba akal
Pinang, kapur dan sirih kau lipat kunyah
Mulutmu mecucu ngemut susur mbako
Hingga dubang merah muncrat
Segera kulak, masak dan buka dasar
Bulat luwes tekadmu menantang hari
Di brok thethekan omprengan dan bis
Tempatmu nyawang pelanggan datang dan pergi
Matamu menyaksikan calo ngutil ongkos penumpang
Kau tambah dagangmu dengan teh manis
Legit nagih hingga pelanggan kembali
Terjamin oleh asih budimu
Kau tunda waktumu terbuka
Hingga kesempatan tiba
Tersibak asal usulmu
Di antara sahabatmu sopir, kernet, calo dan bakul
Namamu Reso asli Muntilan di seberang ngarai
Kudengar ke sana kau telah sempurna
Tidak lagi sebatang kara dalam peti
Yogya, 4 Juli 2024